Kisah Lelaki Sejati

Posted by je 8/16/2011 0 comments

Aku bertanya pada Bunda, bagaimana memilih lelaki sejati?
Bunda menjawab, Nak…
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang.


Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.


Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa .
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati ditempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati didalam rumah.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yang memuja, tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan.
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca.
Dan lelaki sejati adalah Merah yang melindungi kesucian sang PUTIH !!!
MERDEKA !!!

Read More..

Tak Perlu Ajari Kami Berpuasa

Posted by je 8/08/2011 0 comments
Berpuasa Hari ke tiga di bulan ramadhan saya berkesempatan menumpang becak menuju rumah ibu. Sore itu, tak biasanya udara begitu segar, angin lembut menerpa wajah dan rambutku. Namun kenikmatan itu takberlangsung lama, keheninganku terusik dengan suara kunyahan
dari belakang, “Abang becak …?”

Ya, kudapati ia tengah lahapnya menyuap potongan terakhir pisanggoreng ditangannya. Sementara tangan satunya tetap memegang kemudi. “Heeh, puasa-puasa begini seenaknya saja dia makan …,” gumamku.

Rasa penasaranku semakin menjadi ketika ia mengambil satu lagi pisang goreng dari kantong plastik yang disangkutkan di dekat kemudi becaknya, dan … untuk kedua kalinya saya menelan ludah menyaksikan pemandangan yang bisa  dianggap tidak sopan dilakukan pada saat kebanyakan orang tengah berpuasa.

“mmm …, Abang muslim bukan? tanyaku ragu-ragu.
“Ya dik, saya muslim …” jawabnya terengah sambil terus mengayuh.
“Tapi kenapa abang tidak puasa? abang tahu kan ini bulan ramadhan. Sebagai muslim seharusnya abang berpuasa. Kalau pun abang tidak berpuasa, setidaknya hormatilah orang yang berpuasa. Jadi abang jangan seenaknya saja makan di depan banyak orang yang berpuasa …” derasaliran kata keluar dari mulutku layaknya orang berceramah.

Tukang becak yang kutaksir berusia di atas empat puluh tahun itu menghentikan kunyahannya dan membiarkan sebagian pisang goreng itu masih menyumpal mulutnya. Sesaat kemudian ia berusaha menelannya sambil memperhatikan wajah garangku yang sejak tadi menghadap ke arahnya. “Dua hari pertama puasa kemarin abang sakit dan tidak bisa narik becak. Jujur saja dik, abang memang tidak puasa hari ini karena pisang goreng ini makanan pertama abang sejak tiga hari ini.”
Tanpa memberikan kesempatan ku untuk memotongnya,”Tak perlu ajari abang berpuasa, orang-orang seperti kami sudah tak asing lagi dengan puasa,” jelas bapak tukang becak itu.
“Maksud bapak?” mataku menerawang menunggu kalimat berikutnya.
“Dua hari pertama puasa, orang-orang berpuasa dengan sahur dan berbuka. Kami berpuasa tanpa sahur dan tanpa berbuka. Kebanyakan orang seperti adik berpuasa hanya sejak subuh hingga maghrib, sedangkan kami kadang harus tetap berpuasa hingga keesokan harinya …”
“Jadi …,” belum sempat kuteruskan kalimatku, “Orang-orang berpuasa hanya di bulan
ramadhan, padahal kami terus berpuasa tanpa peduli bulan ramadhan atau bukan …”
“Abang sejak siang tadi bingung dik mau makan dua potong pisang goreng ini, malu rasanya tidak berpuasa. Bukannya abang tidak menghormati orang yang berpuasa, tapi…” kalimatnya terhenti seiring dengan tibanya saya di tempat tujuan.

Sungguh. Saya jadi menyesal telah menceramahinya tadi. Tidak semestinya saya bersikap demikian kepadanya. Seharusnya saya bisa melihat lebih kedalam, betapa ia pun harus menanggung malu untuk makan di saat orang-orang berpuasa demi mengganjal perut
laparnya.Karena jika perutnya tak terganjal mungkin roda becak ini pun tak kan berputar.
Ah, kini seharusnya saya yang harus merasa malu dengan puasa saya sendiri?
Bukankah salah satu hikmah puasa adalah kepedulian? Tapi kenapa orang-orang yang dekat dengan saya nampaknya luput dari perhatian dan kepedulian saya?
“Wah, nggak ada kembaliannya dik…”
“hmm, simpan saja buat sahur bapak besok ya …”
Read More..

Total Tayangan Halaman