Mencari Rahasia Kebahagiaan
6/03/2011
0
comments
Seorang pemilik toko menyuruh anaknya pergi mencari rahasia kebahagiaan dari orang paling bijaksana di dunia. Anak itu melintasi padang pasir selama empat puluh hari, dan akhirnya tiba di sebuah kastil yang indah, jauh tinggi di puncak gunung. Di sanalah orang bijak itu tinggal.
Namun ketika dia memasuki aula kastil itu, si anak muda bukannya menemukan orang bijak tersebut, melainkan melihat kesibukan besar di dalamnya: para pedangang berlalu-lalang, orang-orang bercakap-cakap di sudut-sudut, ada orkestra kecil sedang memainkan musik lembut dan ada meja yang penuh dengan piring-piring berisi makanan-makanan paling enak di belahan dunia tersebut. Si orang bijak berbicara dengan setiap orang dan anak muda itu harus menunggu selama dua jam. Setelah itu, barulah tiba gilirannya.
Si orang bijak mendengarkan dengan seksama saat anak muda itu menjelaskan maksud kedatangnnya, namun dia mengatakan sedang tidak punya waktu untuk menjelaskan rahasia kebahagiaan. dia menyarankan anak muda itu melihat-lihat sekeliling istana, dan kembali kesini dua jam lagi.
“Sementara itu, aku punya tugas untukmu,’kata si orang bijak.
Diberikannya pada si anak muda sendok teh berisi dua tetes minyak.
Sambil kau berjalan-jalan bawa sendok ini, tapi jangan sampai minyaknya tumpah.’
Anak muda itu pun mulai berkeliling- keliling naik turun sekian banyak tangga istana, sambil matanya tertuju pada sendok yang dibawanya.
Setelah dua jam, dia kembali ke ruangan tempat orang bijak itu berada.
“Nah,’kata si orang bijak,’apakah kau melihat ukiran-ukiran Persia yang ada di ruang makanku? Bagaimana dengan taman hasil karya ahli taman yang menghabiskan sepuluh tahun untuk menciptakannya? Apa kau juga melihat perkamen-perkamen indah di perpustakaanku? ‘
Anak muda itu merasa malu. Dia mengakui bahwa dia tidak sempat melihat apa-apa. Dia terlalu terfokus pada usaha menjaga minyak di sendok itu supaya tidak tumpah.
“Kalau begitu, pergilah lagi berjalan-jalan, dan nikmatilah keindahan- keindahan istanaku,’kata si orang bijak. ‘Tak mungkin kau bisa mempercayai seseorang, kalau kau tidak mengenal rumahnya.’
Merasa lega, anak muda itu mengambil sendoknya dan kembali menjelajahi istana tersebut, kali ini dia mengamati semua karya seni di langit-langit dan tembok-tembok. Dia menikmati taman-taman, gunung- gunung di sekelilingnya, keindahan bunga-bunga, serta cita rasa yang terpancar dari segala sesuatu di sana. Ketika kembali menghadap orang bijak itu, diceritaknnya dengan mendetail segala pemandangan yang telah dilihatnya.
Tapi di mana tetes-tetes minyak yang kupercayakan padamu itu?’ tanya si orang bijak.
Si anak muda memandang sendok di tangannya, dan menyadari dua tetes minyak itu sudah tidak ada.
“Nah, hanya ada satu nasihat yang bisa kuberikan untukmu,’kata orang paling bijak itu. ‘Rahasia kebahagiaan adalah dengan menikmati segala hal menakjubkan di dunia ini, tanpa pernah melupakan tetes-tetes minyak di sendokmu.’
Namun ketika dia memasuki aula kastil itu, si anak muda bukannya menemukan orang bijak tersebut, melainkan melihat kesibukan besar di dalamnya: para pedangang berlalu-lalang, orang-orang bercakap-cakap di sudut-sudut, ada orkestra kecil sedang memainkan musik lembut dan ada meja yang penuh dengan piring-piring berisi makanan-makanan paling enak di belahan dunia tersebut. Si orang bijak berbicara dengan setiap orang dan anak muda itu harus menunggu selama dua jam. Setelah itu, barulah tiba gilirannya.
Si orang bijak mendengarkan dengan seksama saat anak muda itu menjelaskan maksud kedatangnnya, namun dia mengatakan sedang tidak punya waktu untuk menjelaskan rahasia kebahagiaan. dia menyarankan anak muda itu melihat-lihat sekeliling istana, dan kembali kesini dua jam lagi.
Diberikannya pada si anak muda sendok teh berisi dua tetes minyak.
Sambil kau berjalan-jalan bawa sendok ini, tapi jangan sampai minyaknya tumpah.’
Anak muda itu pun mulai berkeliling- keliling naik turun sekian banyak tangga istana, sambil matanya tertuju pada sendok yang dibawanya.
Setelah dua jam, dia kembali ke ruangan tempat orang bijak itu berada.
“Nah,’kata si orang bijak,’apakah kau melihat ukiran-ukiran Persia yang ada di ruang makanku? Bagaimana dengan taman hasil karya ahli taman yang menghabiskan sepuluh tahun untuk menciptakannya? Apa kau juga melihat perkamen-perkamen indah di perpustakaanku? ‘
Anak muda itu merasa malu. Dia mengakui bahwa dia tidak sempat melihat apa-apa. Dia terlalu terfokus pada usaha menjaga minyak di sendok itu supaya tidak tumpah.
“Kalau begitu, pergilah lagi berjalan-jalan, dan nikmatilah keindahan- keindahan istanaku,’kata si orang bijak. ‘Tak mungkin kau bisa mempercayai seseorang, kalau kau tidak mengenal rumahnya.’
Merasa lega, anak muda itu mengambil sendoknya dan kembali menjelajahi istana tersebut, kali ini dia mengamati semua karya seni di langit-langit dan tembok-tembok. Dia menikmati taman-taman, gunung- gunung di sekelilingnya, keindahan bunga-bunga, serta cita rasa yang terpancar dari segala sesuatu di sana. Ketika kembali menghadap orang bijak itu, diceritaknnya dengan mendetail segala pemandangan yang telah dilihatnya.
Tapi di mana tetes-tetes minyak yang kupercayakan padamu itu?’ tanya si orang bijak.
Si anak muda memandang sendok di tangannya, dan menyadari dua tetes minyak itu sudah tidak ada.
“Nah, hanya ada satu nasihat yang bisa kuberikan untukmu,’kata orang paling bijak itu. ‘Rahasia kebahagiaan adalah dengan menikmati segala hal menakjubkan di dunia ini, tanpa pernah melupakan tetes-tetes minyak di sendokmu.’
0 comments:
Posting Komentar